STUDI ISLAM
IV NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
. Satria
Abdi, S.H., M.H
References A.A. Humam Abdurarahman, Peradilan Islam , Wadi
Press, Jkt, 2004 Abu Nashar M. Al-Iman, Islam Mengharamkan Demokrasi , Bustan,
Yk, 2004 Abul A’la Al-Maududi, Manhajul Inqilabul Islaamy ( Bagaimana
Rasulullah Mendirikan Negara (Terj), M. Thalib, LSI, Yk, 1995 Ali abd ar-raziq,
Al-Islam wa ushul al-ahkam ( Islam dan Dasar-dasar Pemerintahan (terj)), M.
Zaid Su’udi, Jendela, Yk, 2002 Al-Mawardi, Al-ahkamu As-sulthaniyah wa
Al-wilayat ad-diniyyah ( Hukum Ketatanegaraan Islam ),GIP, Jakarta, 2000 Ibnu
Taimiyah, Public Duties in Islam: The institution of The Hisba ( Tugas Negara
Menurut Islam (terj)), Arief M. Dzofir, Pustaka Pelajar, Yk, 2004
J. Sayuthi Pul, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran.
, Rajawali Pers, Jkt, 1999 Laksmi Pamunjak, dkk., Tidak Ada Negara Islam;
Surat-surat Nurcholis Madjid-MOh. Roem , Djambatan, Jkt, 2004 M. Hasbi
Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman , UII Press, Yk, 2000 M.
Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam , Al-Ikhlas, Sby, 1990 OK. Rahmat,
Republik atau Monarki , Pusat Nasional, Singapura, 1989 Marcel A. Boisard,
L’Humanisme de L’Islam (Humanisme dalam Islam) , Bulan Bintang, Jkt, 1980
INTRODUCTION Negara: organisasi kekuasaan Persfektif: cara
pandang Hukum Islam: Syariah dan fiqih Subject tidak membahas Bentuk, Sistem,
dan cara membentuk Negara Islam Subject hanya membahas bagaimana Islam sebagai
agama melihat negara, dan mengisi activitas (praktek) kenegaraan dengan
mendasarkan pada sumber-sumber hukum Islam (Al-qur’an, Sunnah, dan Ijtihad),
tujuan, dan nilai-nilai yang terdapat dalam Islam
ISTILAH-ISTILAH
PENTING
Imamah: Fuqoha , “ Kepemimpinan umum yang bertanggungjawab
dalam melaksanakan urusan agama dan dunia ” Al-Mawardi , “ Jabatan bagi
pengganti Nabi untuk memelihara kepentingan agama dan mengatur kepentingan
ummat ” Khilafah: Lughawi, “ Keinginan untuk menggantikan atau menduduki
sesuatu ” Istilahi: “ Keinginan segenap manusia untuk memenuhi tuntunannya
secara rasional di dalam mencari kemaslahatan duniawiyah dan menghindarkan diri
dari segala bahaya ” “ Pelimpahan dari sang pemilik syari’at untuk menjaga
kemaslahatan agama dan pengaturan kebaikan dunia ”
Imaroh: Bermakna keamiran, pemerintahan. Imarat adalah
sebutan untuk jabatan amir dalam suatu negeri kecil yang berdaulat untuk
melaksanakan pemerintahan oleh seorang amir Siyasah: Luqhawi: “ Syasa ”,
mengatur, mengurus, memerintah, dapat juga berarti “pemerintahan atau “politik”
Istilahi: Mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kepada
kemaslahatan Membuat kemaslahatan manusia dengan membimbing mereka ke jalan
yang menyelamatkan Undang-undang yang diletakkan untuk memelihara ketertiban
dan kemaslahatan serta mengatur keadaan
Mamlukiyah: “ malakun ”, bermakna kerajaan. “ mamalik ”
merupakan bentuk plural (jamak) dari “ malakun ” yang berarti
kerajaan-kerajaan. Negara: Al-balad (tanah air), Ad-daar (rumah, tempat
tinggal), al-qaryah (kampung, negeri)
BAB I : ISLAM DAN NEGARA
Bagian 1 Dasar Hukum Islam dan Hukum Islam Pembentukan Negara
Ciri Khusus Agama Islam Apakah Negara itu?
Bagian 2 Pengangkatan
Pemimpin
Bagian 3 Syarat-syarat
Pemimpin
Dasar Hukum 1.
Kedudukan Manusia di atas Bumi Al-Baqarah: 30 An-Nur: 55 An-Namal 62 Shad: 26
Ali ‘Imran: 26 Al-An’am:165 Yunus:14
Manusia Ummat yang Satu Al-Baqarah: 213 Al-Hujarat: 13 3.
Kepastian Hukum dan Keadilan An-Nisa’: 58,105, dan 135 Al-Maidah: 6 4.
Kepemimpinan Ali ‘Imran: 118 An-Nisa’: 59 As-Syu’ara’: 150-152
Prinsip Musyawarah Ali ‘Imran: 159 As-Syura: 38 6. Prinsip
Persatuan dan Persaudaraan Ali ‘Imran: 103 Al-Hujarat: 10 7. Prinsip Persamaan
An-Nisa’: 1 Al-Hujarat: 13
Defenisi Islam, “ Aslaama ”, “ Yuslimu ”, “ Islaaman ” Hukum,
“ Al-hukm ”, “ Syariah ” Lima Tujuan Hukum Islam Menjaga Agama Menjaga Jiwa
Menjaga Akal Pikiran Menjaga Keturunan Menjaga Harta Benda
MASA RASULULLAH HIJRAH KE MADINAH
Momentum Pra Hijrah (1) Baiat Aqabah I
Baiat ini adalah janji
yang diucapkan oleh sekelompok masyarakat Yastrib (Madinah) dari suku 'Aus dan
Khazraj (70 laki-laki dan 2 Wanita) yang melakukan ibadah haji pada tahun 621
M. Isi baiatnya adalah: Pertama , berjanji untuk tidak menyembah selain Allah;
Kedua , Meninggalkan segala perbuatan jahat dan ; Ketiga , Mentaati Rasulullah
dalam segala hal yang benar.
Momentum Pra Hijrah (2) Baiat Aqabah II
Baiat ini adalah janji yang diucapkan oleh sekelompok
masyarakat Madinah yang melakukan ibadah haji pada tahun 622 M setelah baiat
pertama satu tahun sebelumnya. Isi baiatnya adalah: Pertama , Melindungi Nabi
Muhammad sebagaimana mereka melindungi keluarga mereka sendiri; dan Kedua ,
Mentaati Muhammad sebagai pemimpin mereka.
Masa Penyatuan Ummat Golongan Muhajirin Golongan Muhajirin
adalah ummat Islam yang datang dari Makkah ke Madinah untuk melaksanakan Hijrah
bersama nabi dalam rangka melanjutkan tugas da'wah . Golongan Anshar Golongan
Anshar adalah ummat Islam Madinah (pribumi) yang menerima golongan Muhajirin
Makkah yang berhijrah dari Makkah bersama nabi dalam rangka melanjutkan tugas
da'wah .
Terbentuknya Negara Islam Setelah Rasulullah (Muhammad SAW)
menyelesaikan tugasnya mempersatukan Ummat Islam (Muhajirin dan Anshar) dalam
suatu persaudaraan Islam ( Ukhuwah Islamiyah ) selanjutnya beliau berusaha
mempersatukan warga Madinah ke dalam suatu persaudaraan kemanusiaan ( Ukhuwah
Insaniyah ) yang terlembaga dalam persaudaraan kenegaraan ( Ukhuwah Wathaniyah
) yang bebas untuk mereka tempati di dalam negara madinah yang didasarkan atas
Piagam Madinah.
Piagam Madinah adalah karya monumental Muhammad sebagai
seorang manusia biasa, bukti historis ini menunjukkan bahwa beliau secara nyata
dan arif telah menata hubungan manusia dengan manusia setelah beliau berhasil
menata hubungan manusia dengan Tuhan (Allah). Hal ini bukti bahwa Muhammad
telah mengimplementasikan perintah Allah dalam Q.S. Ali Imran (3) : 112 yang
berbunyi: " Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada,
kecuali jika mereka mengadakan hubungan dengan ALLAH dan menjalin kerjasama
dengan sesama manusia
Piagam Madinah mengandung
dasar/prinsip-prinsip sebagai berikut, yaitu prinsip persamaan; prinsip
kebebasan; prinsip tolong-menolong dan membela yang teraniaya; prinsip hidup
bertetangga; prinsip keadilan; prinsip musyawarah; prinsip pelaksanaan hukum
dan sanksi hukum; prinsip kebebasan beragama antar ummat beragama; prinsip
pertahanan dan perdamaian; prinsip amar ma'ruf nahi munkar; prinsip
kepemimpinan; prinsip tanggungjawab pribadi dan kelompok; dan prinsip
kedisiplinan.
Dasar Negara Islam
Negara Islam Madinah bentukan Rasullah (Muhammad SAW)
didasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan unsur-unsur: Al-husnu al-jiwar ,
yaitu hormat-menghormati antar tetangga (WN) atau antar negara yang satu dengan
negara lainnya. Al-ta'awwun dhiddu al-'udwan , yaitu tolong-menolong menentang
musuh dan permusuhan.
Al-nasr li a-madzlum, yaitu memberi pertolongan kepada orang
yang dizalimi. Al-nush wa al-nashihah , yaitu saling nasehat menasehati dan mengingatkan
antar sesama. Al-ihtiramu al-hurriyah al-'aqidah wa al-hurriyah al-'ibadah
mahma tabayyat al-adyan, yaitu saling menghormati kebebasan 'aqidah, ibadah,
walaupun terdapat perbedaan dalam beragama
Kegiatan Negara Islam
(1) Menyusun atau membentuk sistem pertahanan Menjaga
keamanan dan keselamatan Membentuk lembaga peradilan untuk melaksanakan
keadilan kepada seluruh masyarakat Menyebarkan ilmu pengetahuan
(2) Memungut pajak dan zakat yang dikumpulkan di baitul mal
serta dipergunakan untuk pengelolaan negara dan menyantuni fakir miskin.
Membuat dan mengadakan perjanjian dengan negara lain. Membuat hubungan
diplomasi (mengangkat/mengutus dan menerima duta-konsul dari negara lain)
Ciri-ciri Negara Islam
Berdasar Hukum ( al-Hukm ) Menegakkan Kebenaran ( al-Haq ) Keadilan (
al-'Adalah ) Kebebasan ( al-Hurriyah ) Persamaan ( al-Musawah ) Musyawarah (
al-Syura ) Ketaatan ( al-Tha'ah )
BAB II : PEMILIHAN DAN PENGANGKATAN
PIMPINAN
Bagian 1 : Doktrin-doktrin Al-Baqilani,
1) Pembaiatan; 2)
Penunjukan Al-Mawardi,
1) Pemilihan; 2)
Pembaiatan Ibnu Hazm,
1) Penetapan; 2) Penunjukan diri; dan 3) Pemilihan melalui
panitia. Al-Asy’ari,
1) Pemilihan; 2) Pembaiatan Ahlul Halli wal ‘aqdi (Parlemen)
Bagian 2 : Pemilihan
dan Pengangkatan Khulafa’ur Rasyidin
MASA ABU BAKAR AS-SIDDIQIE Pertemuan
Tsaqifah Bani Tsa’idah Baiat Umum Manifesto Abu Bakar Kegiatan Kenegaraan
MASA UMAR IBNU KHATHAB Pertemuan
Tsaqifah Bani Tsa’idah Baiat Umum Manifesto Abu Bakar Kegiatan Kenegaraan
MASA UTSMAN IBNU AFFAN Pertemuan Tsaqifah Bani Tsa’idah Baiat
Umum Manifesto Abu Bakar Kegiatan Kenegaraan
MASA ALI IBNU ABI
THALIB Pertemuan Tsaqifah Bani Tsa’idah Baiat Umum Manifesto Abu Bakar Kegiatan
Kenegaraan
PASCA KHULAFA’UR RASYIDIN
(1) Dinasti Ummayyah
(650-750) Muawwiyah Ibnu Abi Sofyan (Gubernur Syam) Yazid Struktur Kenegaraan
Ciri Pemerintahan Bangsa arab sebagai unsur perekat Khalifah dianggap sebagai
jabatan sekuler Kebijaksanaan lebih kepada perluasan wilayah Prinsip musyawarah
mulai ditinggalkan dan berkembang absolutisme
(2) Dinasti Abbasiyah Struktur Kenegaraaan Khalifah
Al-Wizarat (kementerian) Al-Kitabat (sekretaris) Al-Hijaba
(3) Dinasti Utsmaniyah (1299-1922) Utsman I (1299- ) Abdul
Madjid II ( -1922) Struktur Kenegaraan Sultan , Pengayom tindakan yang
dilakukan oleh wazir dan mufti. Wazir , Pelaksana kekuasaan eksekutif
pemerintahan dan bertanggung jawab kepada Sultan. Mufti , Pemegang kekuasaan
yang berhubungan dengan masalah-masalah agama.
BAB III : KHALIFAH DAN UMMAT
Bagian 1 : Sumber Kekuasaan
Bagian 2 : Kedudukan dan Hubungan dengan Ummat Bagian 3 :
Kewajiban dan Hak Khalifah Kewajiban dulu, baru hak Kewajiban-kewajiban Imam
Hak-hak Imam Bagian 4 : Masa Jabatan
Kewajiban Khalifah Menjaga prinsip agama Menerapkan hukum Menjaga
kewibawaan pemerintah Menjaga keamanan dan ketertiban Menjaga hasil rampasan
perang Menunjuk pembantu secara proporsional Memperhatikan perkembangan Hak
Khalifah Hak ditaati Hak dibela
BAB IV : TUJUAN DAN DASAR-DASAR PEMERINTAHAN
Bagian 1 : Tujuan Pemerintahan
Bagian 2 : Dasar-dasar Pemerintahan Syura Keadilan Pemilihan
dan Pengangkatan Pembantu
Tujuan Pemerintahan
Memberikan penjelasan keagamaan yang benar dan menghilangkan keragu-raguan
terhadap hakikat Islam kepada seluruh manusia. Mengupayakan segala cara untuk
menjaga persatuan ummat dan saling tolong menolong antar sesama. Melindungi
tanah air dan warganegara dari setiap agresi, kedzaliman, dan tirani. Sehingga
terjaminnya prinsip persamaan antar bangsa dan antar manusia
HUKUM ADMINISTRASI
(1) Pengertian dan Istilah Usaha dan kegiatan yang meliputi
penetap-an tujuan serta penetapan cara-cara penye-lenggaraan dan pembinaan
organisasi Kegiatan yang berkaitan dengan penyeleng-garaan pemerintahan
Kegiatan kantor dan tata usaha Unsur-unsur Administrasi Kebijakan dan tindakan
Pengaturan organisasi, personalia, dan pembiayaan Strategi organisasi
Pertanggungjawaban
(2) Asas-asas Administrasi Kesinambungan Integratif
Persaingan sehat Manfaat Sesuai kemampuan ( visibilitas ) Kontekstual
NOMOKRASI (NEGARA HUKUM) ISLAM
(1) Dalam Keadaan berperadaban manusia mengenal hukum, negara
dan negara hukum. Negara hukum (Ibnu Khaldun): 1) siyasah diniyah (nomokrasi
Islam), dan 2) siyasah ‘aqliyah (nomokrasi sekuler).
(2) Prinsip-prinsip nomokrasi Islam Kekuasaan sebagai amanah
(4:58) Musyawarah (3:159, 42:38) Keadilan Persamaan (49:13) Pengakuan dan
perlindungan HAM (17:70) Peradilan bebas (4:57) Perdamaian (2:208, 109)
Kesejahteraan Ketaatan rakyat (4:59)
HUBUNGAN AGAMA, NEGARA, DAN HUKUM
SISTEM PERADILAN ISLAM
Defenisi Peradilan Struktur Peradilan: Khalifah; Qadhi
Qudlat; Qadhi Khushumat; Qadhi Hisbah; Qadhi Madzalim. Macam-macam Qadhi: Qadhi
Khushumat; Qadhi Hisbah; Qadhi Madzalim.
Qadhi Qudlat : “Amir (pemimpin) yang diberi wewenang untuk
mengatur masalah peradilan”. Qadhi qudlat bukan pegawai pemerintahan biasa,
pembantu ( mu’awwin ) akan tetapi dirinya adalah seorang penguasa ( waliy ).
Qadhi Khusumat : “ Qadhi yang berwenang menyelesaikan sengketa ( khusumat )
yang terjadi diantara anggota masyarakat, baik dalam perkara mu’amalat maupun ‘
uqubat ” .
Qadhi Hisbah : “ Qadhi yang bertugas menyelesaikan
penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan masyarakat umum”. Qadhi Madzalim
: “ Qadhi yang diberikan kewenangan untuk menyelesaikan persengketaan yang
terjadi antara rakyat dengan negara, baik pegawai, pejabat pemerintahan, atau
khalifah”
HUBUNGAN ANTAR NEGARA
(1) Hubungan antar negara Islam Dasar hukum (4:1, 9:71,
49:10, 13) Perpecahan Ummat (42 H): Syiah, Khawarij, dan Sunni melahirkan
konflik konsep keimanan (ideologi) Jabbariyah (fatalist) dan Qadariyah
(rasionalist). Perubahan Situasi (abad XV M), kolonialisme barat menduduki
negara-negara Islam. Akhir Abad XIX Turki Utsmani bubar. Pertengahan abad XX
negara barat melepaskan negara jajahan (karena tidak mampu atau karena
sukarela).
(2) Hubungan dengan negara non-Islam Dasar hukum (5:5; 29:46)
Hukum Perang Dasar hukum (2:192,216; 3:169; 4:71,74,75,89, 90, 95; 8: 15,16;
9:30,38,40,45,111,122,123; 25:53, dll) Konvensi Dasar hukum (2:27,177,256; 5:1;
23:1-8)
“ Laa Thaa’ata
limakhluqin fi ma’shiyatil khaliq ”, tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk
bila melakukan kedurhakaan kepada Khaliq. “ Innama at-tha’atu fil ma’rufi ”,
sesungguhnya ketaatan itu hanya boleh untuk kebaikan
10 hlm: Bab I : max; 2 hlm (pendahuluan) Bab II: min; 6 hlm
(pembahasan) Bab III: max; 2 hlm (penutup) Daftar Pustaka: min:5 (min: 3 buku)
Space: 2; TNR; 12 Margin: 4,4,3,3 Waktu: 2 minggu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar