Jumat, 06 April 2012

STUDI ISLAM IV NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM



STUDI ISLAM IV NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
. Satria Abdi, S.H., M.H
References A.A. Humam Abdurarahman, Peradilan Islam , Wadi Press, Jkt, 2004 Abu Nashar M. Al-Iman, Islam Mengharamkan Demokrasi , Bustan, Yk, 2004 Abul A’la Al-Maududi, Manhajul Inqilabul Islaamy ( Bagaimana Rasulullah Mendirikan Negara (Terj), M. Thalib, LSI, Yk, 1995 Ali abd ar-raziq, Al-Islam wa ushul al-ahkam ( Islam dan Dasar-dasar Pemerintahan (terj)), M. Zaid Su’udi, Jendela, Yk, 2002 Al-Mawardi, Al-ahkamu As-sulthaniyah wa Al-wilayat ad-diniyyah ( Hukum Ketatanegaraan Islam ),GIP, Jakarta, 2000 Ibnu Taimiyah, Public Duties in Islam: The institution of The Hisba ( Tugas Negara Menurut Islam (terj)), Arief M. Dzofir, Pustaka Pelajar, Yk, 2004
J. Sayuthi Pul, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. , Rajawali Pers, Jkt, 1999 Laksmi Pamunjak, dkk., Tidak Ada Negara Islam; Surat-surat Nurcholis Madjid-MOh. Roem , Djambatan, Jkt, 2004 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman , UII Press, Yk, 2000 M. Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam , Al-Ikhlas, Sby, 1990 OK. Rahmat, Republik atau Monarki , Pusat Nasional, Singapura, 1989 Marcel A. Boisard, L’Humanisme de L’Islam (Humanisme dalam Islam) , Bulan Bintang, Jkt, 1980
INTRODUCTION Negara: organisasi kekuasaan Persfektif: cara pandang Hukum Islam: Syariah dan fiqih Subject tidak membahas Bentuk, Sistem, dan cara membentuk Negara Islam Subject hanya membahas bagaimana Islam sebagai agama melihat negara, dan mengisi activitas (praktek) kenegaraan dengan mendasarkan pada sumber-sumber hukum Islam (Al-qur’an, Sunnah, dan Ijtihad), tujuan, dan nilai-nilai yang terdapat dalam Islam
 ISTILAH-ISTILAH PENTING
Imamah: Fuqoha , “ Kepemimpinan umum yang bertanggungjawab dalam melaksanakan urusan agama dan dunia ” Al-Mawardi , “ Jabatan bagi pengganti Nabi untuk memelihara kepentingan agama dan mengatur kepentingan ummat ” Khilafah: Lughawi, “ Keinginan untuk menggantikan atau menduduki sesuatu ” Istilahi: “ Keinginan segenap manusia untuk memenuhi tuntunannya secara rasional di dalam mencari kemaslahatan duniawiyah dan menghindarkan diri dari segala bahaya ” “ Pelimpahan dari sang pemilik syari’at untuk menjaga kemaslahatan agama dan pengaturan kebaikan dunia ”
Imaroh: Bermakna keamiran, pemerintahan. Imarat adalah sebutan untuk jabatan amir dalam suatu negeri kecil yang berdaulat untuk melaksanakan pemerintahan oleh seorang amir Siyasah: Luqhawi: “ Syasa ”, mengatur, mengurus, memerintah, dapat juga berarti “pemerintahan atau “politik” Istilahi: Mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kepada kemaslahatan Membuat kemaslahatan manusia dengan membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan Undang-undang yang diletakkan untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur keadaan
Mamlukiyah: “ malakun ”, bermakna kerajaan. “ mamalik ” merupakan bentuk plural (jamak) dari “ malakun ” yang berarti kerajaan-kerajaan. Negara: Al-balad (tanah air), Ad-daar (rumah, tempat tinggal), al-qaryah (kampung, negeri)
BAB I : ISLAM DAN NEGARA
Bagian 1 Dasar Hukum Islam dan Hukum Islam Pembentukan Negara Ciri Khusus Agama Islam Apakah Negara itu?
 Bagian 2 Pengangkatan Pemimpin
 Bagian 3 Syarat-syarat Pemimpin
 Dasar Hukum 1. Kedudukan Manusia di atas Bumi Al-Baqarah: 30 An-Nur: 55 An-Namal 62 Shad: 26 Ali ‘Imran: 26 Al-An’am:165 Yunus:14
Manusia Ummat yang Satu Al-Baqarah: 213 Al-Hujarat: 13 3. Kepastian Hukum dan Keadilan An-Nisa’: 58,105, dan 135 Al-Maidah: 6 4. Kepemimpinan Ali ‘Imran: 118 An-Nisa’: 59 As-Syu’ara’: 150-152
Prinsip Musyawarah Ali ‘Imran: 159 As-Syura: 38 6. Prinsip Persatuan dan Persaudaraan Ali ‘Imran: 103 Al-Hujarat: 10 7. Prinsip Persamaan An-Nisa’: 1 Al-Hujarat: 13
Defenisi Islam, “ Aslaama ”, “ Yuslimu ”, “ Islaaman ” Hukum, “ Al-hukm ”, “ Syariah ” Lima Tujuan Hukum Islam Menjaga Agama Menjaga Jiwa Menjaga Akal Pikiran Menjaga Keturunan Menjaga Harta Benda
MASA RASULULLAH HIJRAH KE MADINAH
Momentum Pra Hijrah (1) Baiat Aqabah I
 Baiat ini adalah janji yang diucapkan oleh sekelompok masyarakat Yastrib (Madinah) dari suku 'Aus dan Khazraj (70 laki-laki dan 2 Wanita) yang melakukan ibadah haji pada tahun 621 M. Isi baiatnya adalah: Pertama , berjanji untuk tidak menyembah selain Allah; Kedua , Meninggalkan segala perbuatan jahat dan ; Ketiga , Mentaati Rasulullah dalam segala hal yang benar.
Momentum Pra Hijrah (2) Baiat Aqabah II
Baiat ini adalah janji yang diucapkan oleh sekelompok masyarakat Madinah yang melakukan ibadah haji pada tahun 622 M setelah baiat pertama satu tahun sebelumnya. Isi baiatnya adalah: Pertama , Melindungi Nabi Muhammad sebagaimana mereka melindungi keluarga mereka sendiri; dan Kedua , Mentaati Muhammad sebagai pemimpin mereka.
Masa Penyatuan Ummat Golongan Muhajirin Golongan Muhajirin adalah ummat Islam yang datang dari Makkah ke Madinah untuk melaksanakan Hijrah bersama nabi dalam rangka melanjutkan tugas da'wah . Golongan Anshar Golongan Anshar adalah ummat Islam Madinah (pribumi) yang menerima golongan Muhajirin Makkah yang berhijrah dari Makkah bersama nabi dalam rangka melanjutkan tugas da'wah .
Terbentuknya Negara Islam Setelah Rasulullah (Muhammad SAW) menyelesaikan tugasnya mempersatukan Ummat Islam (Muhajirin dan Anshar) dalam suatu persaudaraan Islam ( Ukhuwah Islamiyah ) selanjutnya beliau berusaha mempersatukan warga Madinah ke dalam suatu persaudaraan kemanusiaan ( Ukhuwah Insaniyah ) yang terlembaga dalam persaudaraan kenegaraan ( Ukhuwah Wathaniyah ) yang bebas untuk mereka tempati di dalam negara madinah yang didasarkan atas Piagam Madinah.
Piagam Madinah adalah karya monumental Muhammad sebagai seorang manusia biasa, bukti historis ini menunjukkan bahwa beliau secara nyata dan arif telah menata hubungan manusia dengan manusia setelah beliau berhasil menata hubungan manusia dengan Tuhan (Allah). Hal ini bukti bahwa Muhammad telah mengimplementasikan perintah Allah dalam Q.S. Ali Imran (3) : 112 yang berbunyi: " Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka mengadakan hubungan dengan ALLAH dan menjalin kerjasama dengan sesama manusia
Piagam Madinah mengandung dasar/prinsip-prinsip sebagai berikut, yaitu prinsip persamaan; prinsip kebebasan; prinsip tolong-menolong dan membela yang teraniaya; prinsip hidup bertetangga; prinsip keadilan; prinsip musyawarah; prinsip pelaksanaan hukum dan sanksi hukum; prinsip kebebasan beragama antar ummat beragama; prinsip pertahanan dan perdamaian; prinsip amar ma'ruf nahi munkar; prinsip kepemimpinan; prinsip tanggungjawab pribadi dan kelompok; dan prinsip kedisiplinan.
Dasar Negara Islam
Negara Islam Madinah bentukan Rasullah (Muhammad SAW) didasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan unsur-unsur: Al-husnu al-jiwar , yaitu hormat-menghormati antar tetangga (WN) atau antar negara yang satu dengan negara lainnya. Al-ta'awwun dhiddu al-'udwan , yaitu tolong-menolong menentang musuh dan permusuhan.
Al-nasr li a-madzlum, yaitu memberi pertolongan kepada orang yang dizalimi. Al-nush wa al-nashihah , yaitu saling nasehat menasehati dan mengingatkan antar sesama. Al-ihtiramu al-hurriyah al-'aqidah wa al-hurriyah al-'ibadah mahma tabayyat al-adyan, yaitu saling menghormati kebebasan 'aqidah, ibadah, walaupun terdapat perbedaan dalam beragama 
Kegiatan Negara Islam
(1) Menyusun atau membentuk sistem pertahanan Menjaga keamanan dan keselamatan Membentuk lembaga peradilan untuk melaksanakan keadilan kepada seluruh masyarakat Menyebarkan ilmu pengetahuan
(2) Memungut pajak dan zakat yang dikumpulkan di baitul mal serta dipergunakan untuk pengelolaan negara dan menyantuni fakir miskin. Membuat dan mengadakan perjanjian dengan negara lain. Membuat hubungan diplomasi (mengangkat/mengutus dan menerima duta-konsul dari negara lain)
 Ciri-ciri Negara Islam Berdasar Hukum ( al-Hukm ) Menegakkan Kebenaran ( al-Haq ) Keadilan ( al-'Adalah ) Kebebasan ( al-Hurriyah ) Persamaan ( al-Musawah ) Musyawarah ( al-Syura ) Ketaatan ( al-Tha'ah )
BAB II : PEMILIHAN DAN PENGANGKATAN PIMPINAN
Bagian 1 : Doktrin-doktrin Al-Baqilani,
 1) Pembaiatan; 2) Penunjukan Al-Mawardi,
 1) Pemilihan; 2) Pembaiatan Ibnu Hazm,
1) Penetapan; 2) Penunjukan diri; dan 3) Pemilihan melalui panitia. Al-Asy’ari,
1) Pemilihan; 2) Pembaiatan Ahlul Halli wal ‘aqdi (Parlemen)
 Bagian 2 : Pemilihan dan Pengangkatan Khulafa’ur Rasyidin
MASA ABU BAKAR AS-SIDDIQIE Pertemuan Tsaqifah Bani Tsa’idah Baiat Umum Manifesto Abu Bakar Kegiatan Kenegaraan
MASA UMAR IBNU KHATHAB Pertemuan Tsaqifah Bani Tsa’idah Baiat Umum Manifesto Abu Bakar Kegiatan Kenegaraan
MASA UTSMAN IBNU AFFAN Pertemuan Tsaqifah Bani Tsa’idah Baiat Umum Manifesto Abu Bakar Kegiatan Kenegaraan 
 MASA ALI IBNU ABI THALIB Pertemuan Tsaqifah Bani Tsa’idah Baiat Umum Manifesto Abu Bakar Kegiatan Kenegaraan
PASCA KHULAFA’UR RASYIDIN
 (1) Dinasti Ummayyah (650-750) Muawwiyah Ibnu Abi Sofyan (Gubernur Syam) Yazid Struktur Kenegaraan Ciri Pemerintahan Bangsa arab sebagai unsur perekat Khalifah dianggap sebagai jabatan sekuler Kebijaksanaan lebih kepada perluasan wilayah Prinsip musyawarah mulai ditinggalkan dan berkembang absolutisme
(2) Dinasti Abbasiyah Struktur Kenegaraaan Khalifah Al-Wizarat (kementerian) Al-Kitabat (sekretaris) Al-Hijaba
(3) Dinasti Utsmaniyah (1299-1922) Utsman I (1299- ) Abdul Madjid II ( -1922) Struktur Kenegaraan Sultan , Pengayom tindakan yang dilakukan oleh wazir dan mufti. Wazir , Pelaksana kekuasaan eksekutif pemerintahan dan bertanggung jawab kepada Sultan. Mufti , Pemegang kekuasaan yang berhubungan dengan masalah-masalah agama. 

 BAB III : KHALIFAH DAN UMMAT
Bagian 1 : Sumber Kekuasaan
Bagian 2 : Kedudukan dan Hubungan dengan Ummat Bagian 3 : Kewajiban dan Hak Khalifah Kewajiban dulu, baru hak Kewajiban-kewajiban Imam Hak-hak Imam Bagian 4 : Masa Jabatan
Kewajiban Khalifah Menjaga prinsip agama Menerapkan hukum Menjaga kewibawaan pemerintah Menjaga keamanan dan ketertiban Menjaga hasil rampasan perang Menunjuk pembantu secara proporsional Memperhatikan perkembangan Hak Khalifah Hak ditaati Hak dibela
 BAB IV : TUJUAN DAN DASAR-DASAR PEMERINTAHAN
Bagian 1 : Tujuan Pemerintahan
Bagian 2 : Dasar-dasar Pemerintahan Syura Keadilan Pemilihan dan Pengangkatan Pembantu
 Tujuan Pemerintahan Memberikan penjelasan keagamaan yang benar dan menghilangkan keragu-raguan terhadap hakikat Islam kepada seluruh manusia. Mengupayakan segala cara untuk menjaga persatuan ummat dan saling tolong menolong antar sesama. Melindungi tanah air dan warganegara dari setiap agresi, kedzaliman, dan tirani. Sehingga terjaminnya prinsip persamaan antar bangsa dan antar manusia
HUKUM ADMINISTRASI
(1) Pengertian dan Istilah Usaha dan kegiatan yang meliputi penetap-an tujuan serta penetapan cara-cara penye-lenggaraan dan pembinaan organisasi Kegiatan yang berkaitan dengan penyeleng-garaan pemerintahan Kegiatan kantor dan tata usaha Unsur-unsur Administrasi Kebijakan dan tindakan Pengaturan organisasi, personalia, dan pembiayaan Strategi organisasi Pertanggungjawaban 
(2) Asas-asas Administrasi Kesinambungan Integratif Persaingan sehat Manfaat Sesuai kemampuan ( visibilitas ) Kontekstual
NOMOKRASI (NEGARA HUKUM) ISLAM
(1) Dalam Keadaan berperadaban manusia mengenal hukum, negara dan negara hukum. Negara hukum (Ibnu Khaldun): 1) siyasah diniyah (nomokrasi Islam), dan 2) siyasah ‘aqliyah (nomokrasi sekuler).
(2) Prinsip-prinsip nomokrasi Islam Kekuasaan sebagai amanah (4:58) Musyawarah (3:159, 42:38) Keadilan Persamaan (49:13) Pengakuan dan perlindungan HAM (17:70) Peradilan bebas (4:57) Perdamaian (2:208, 109) Kesejahteraan Ketaatan rakyat (4:59) 

HUBUNGAN AGAMA, NEGARA, DAN HUKUM
SISTEM PERADILAN ISLAM
Defenisi Peradilan Struktur Peradilan: Khalifah; Qadhi Qudlat; Qadhi Khushumat; Qadhi Hisbah; Qadhi Madzalim. Macam-macam Qadhi: Qadhi Khushumat; Qadhi Hisbah; Qadhi Madzalim.
Qadhi Qudlat : “Amir (pemimpin) yang diberi wewenang untuk mengatur masalah peradilan”. Qadhi qudlat bukan pegawai pemerintahan biasa, pembantu ( mu’awwin ) akan tetapi dirinya adalah seorang penguasa ( waliy ). Qadhi Khusumat : “ Qadhi yang berwenang menyelesaikan sengketa ( khusumat ) yang terjadi diantara anggota masyarakat, baik dalam perkara mu’amalat maupun ‘ uqubat ” .
Qadhi Hisbah : “ Qadhi yang bertugas menyelesaikan penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan masyarakat umum”. Qadhi Madzalim : “ Qadhi yang diberikan kewenangan untuk menyelesaikan persengketaan yang terjadi antara rakyat dengan negara, baik pegawai, pejabat pemerintahan, atau khalifah”
HUBUNGAN ANTAR NEGARA
(1) Hubungan antar negara Islam Dasar hukum (4:1, 9:71, 49:10, 13) Perpecahan Ummat (42 H): Syiah, Khawarij, dan Sunni melahirkan konflik konsep keimanan (ideologi) Jabbariyah (fatalist) dan Qadariyah (rasionalist). Perubahan Situasi (abad XV M), kolonialisme barat menduduki negara-negara Islam. Akhir Abad XIX Turki Utsmani bubar. Pertengahan abad XX negara barat melepaskan negara jajahan (karena tidak mampu atau karena sukarela).
(2) Hubungan dengan negara non-Islam Dasar hukum (5:5; 29:46) Hukum Perang Dasar hukum (2:192,216; 3:169; 4:71,74,75,89, 90, 95; 8: 15,16; 9:30,38,40,45,111,122,123; 25:53, dll) Konvensi Dasar hukum (2:27,177,256; 5:1; 23:1-8)
 “ Laa Thaa’ata limakhluqin fi ma’shiyatil khaliq ”, tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk bila melakukan kedurhakaan kepada Khaliq. “ Innama at-tha’atu fil ma’rufi ”, sesungguhnya ketaatan itu hanya boleh untuk kebaikan
10 hlm: Bab I : max; 2 hlm (pendahuluan) Bab II: min; 6 hlm (pembahasan) Bab III: max; 2 hlm (penutup) Daftar Pustaka: min:5 (min: 3 buku) Space: 2; TNR; 12 Margin: 4,4,3,3 Waktu: 2 minggu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar